Adinda Arifiah – 210110080034
Desti Pratiwi – 210110080044
Esensi jurnalisme beberapa tahun terakhir ini sudah mulai bergeser. Awalnya, seorang wartawan adalah seseorang yang terikat dengan sebuah media, di mana ia harus bertanggung jawab di dalamnya, dan ia harus memiliki sebuah kartu identitas (kartu pers) untuk melakukan kegiatan jurnalistik. Bahkan di Indonesia, sempat berlaku aturan, untuk mendapatkan kartu pers, wartawan mereka harus mengikuti organisasi seperti PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) atau AJI (Aliansi Jurnalis Independen) untuk mendapatkan kartu pers.
Namun, bisa dilihat sekarang ini, untuk bisa menjadi seorang wartawan, tidak perlu masuk ke dalam sebuah organisasi kewartawanan untuk mendapatkan kartu pers, mereka bisa bebas melakukan kegiatan jurnalisme di saat mereka ingin. Citizen journalism adalah kegiatan jurnalistik yang bisa dilakukan oleh masyarakat, pencarian berita, hingga penulisan beritanya mereka lakukan sendiri. Untuk penyebarluasan dari hasil kerja mereka, biasanya mereka menggunakan blog pribadi, atau mereka juga bisa mengirimkannya ke surat kabar atau media online yang meyediakan laman khusus untuk citizen journalism.
Munculnya citizen journalism membawa perdebatan tersendiri. “Bloggers vs journalists is over.” Begitulah yang dikatakan Jay Rosen sejak Januari 2005. Rosen adalah profesor jurnalisme di New York University sekaligus penulis cakrawala baru jurnalisme. "Persoalannya sekarang bukan lagi apakah blog dapat menjadi jurnalisme. Kadang-kadang bisa. Persoalannya sekarang bukan lagi apakah blogger adalah jurnalis. Kadang-kadang begitu." Hampir senada dengan itu Enda Nasution mengatakan melalui karangan Apakah Blogger = Jurnalis? Enda memutuskan, "Tidak semua blogger adalah jurnalis dan tidak semua jurnalis adalah blogger." Tapi ujaran Jay Rosen dan Enda Nasution bukan vonis atas perdebatan soal ini. Bahkan, sampai Desember 2007 lalu, masih ada ada tulisan yang memojokkan blogger (citizen journalist). Bekas koresponden NBC, David Hazinski, melalui tulisannya di The AtlantaJournal-Constitution menggambarkan tren ketergantungan stasiun televisi pada laporan warga, citizen journalism. Misalnya, video kiriman non-profesional seperti dalam program iReports di CNN. Di Indonesia ada I Witness di Metro TV.
Selain itu, munculnya citizen journalism saat ini tentu akan membawa dampak tersendiri bagi dunia jurnalisme. Ada pihak-pihak yang akan diuntungkan dan akan ada pula pihak-pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan di antaranya adalah media konvensional seperti surat kabar dan majalah, yang saat ini belum cukup siap untuk menghadapi fenomena citizen journalism. Kedua media ini akan cukup dirugikan karena hasil karya dari citizen journalism tidak perlu dikirmkan ke majalah ataupun surat kabar. Hasilnya bisa saja di terbitkan melalui blog pribadi atau situs jejaring sosial yang sekarang berkembang. Internet sudah lebih mendominasi di bandingkan dengan media cetak yang sudah ada. Sepuluh tahun ke depan, bisa diprediksikan media cetak tidak lagi berkembang secara pesat. Bahkan ada kemungkinan media cetak tidak lagi ada. Tetapi, hal tersebut belum tentu terjadi dalam jangka waktu sepuluh tahun di negara berkembang, misalnya di Indonesia. Saat ini masih ada daerah yang masih belum terjangkau internet, jadi media cetak masih tetap ada di negara berkembang. Bisa dilihat dari data statistik di bawah, bahwa presentase pengguna internet di Indonesia masih cukup rendah jika dibandingkan dengan Cina, Malaysia, dan Singapura. Jadi bisa sedikit disimpulkan bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan, media cetak masih akan ada di Indonesia walaupun sangat sedikit media massa cetak yang bisa bertahan.
DATA STATISTIK
China 384,000,000 Internet users as of Dec/09, 28.7% penetration, per CNNIT
Indonesia 30,000,000 Internet users as of Sept/09, 12.5% penetration, per APJII.
Malaysia 16,902,600 Internet users as of June/09, 65.7% penetration, per MCMC.
Singapura 3,370,000 Internet users as of Sept/09, 72.4% penetration, per ITU.
Sumber: http://www.internetworldstats.com/asia.htm
Sepuluh tahun kemudian, wartawan profesional juga akan berjuang untuk tetap bersaing dengan citizen journalism yang semakin bermunculan. Wartawan profesional harus tetap berjuang agar masyarakat lebih memilih berita yang mereka tulis pada media mereka dibandingkan dengan berita yang ditulis oleh citizen journalism. Persaingan yang cukup berat ini bisa saja membuat wartawan profesional sedikit melupakan etika keprofesionalannya sebagai wartawan. Etika kewartawanan bisa bergeser. Wartawan profesional jelas terikat oleh sebuah etika, yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Isi dari kode etik tersebut bersifat mengikat. Ada salah satu pasal dalam KEJ, yaitu Pasal 4 yang berbunyi:
“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.”
Pasal tersebut nantinya akan sedikit bergeser karena wartawan profesional harus berjuang agar masyarakat tetap melihat atau menyimak berita yang mereka publikasikan. Gambar-gambar yang akan masuk ke media massa nantinya bisa saja gambar-gambar yang sedikit “berbahaya” namun memiliki sisi menarik yang tinggi. Maka gambar-gambar berbahaya akan lebih ditayangkan, mereka akan berlomba-lomba dalam menyajikan gambar yang menarik tanpa memerhatikan etikanya. Kalau etika tersebut tidak lagi dipegang, maka lama-lama akan membawa dampak negatif di masyarakat.
Akan berubah juga posisi wartawan dengan editor. Jika awalnya wartawan dan editor adalah orang yang menentukan berita apa yang harus diberikan atau apa yang seharusnya diterima oleh masyarakat melalui rapat redaksi, maka sekarang, melalui jurnalisme yang semakin berkembang, maka masayarakatlah yang akan memilih berita apa yang akan ia terima. Ia bisa sesuka hati memilih berita apa yang akan mereka baca. Misalnya saja di detik.com, sebuah situs berita online, masyarakat diberikan keluluasaan untuk memilih berita yang hendak dibaca, dan mengabaikan berita yang tidak perlu baginya. Sepuluh tahun mendatang, saat teknologi semakin maju, maka proses pemilihan berita oleh khalayak akan semakin sering terjadi. Pekerjaan wartawan akan semakin berat, mencari berita yang benar dan rinci dan kemudian pembaca yang akan menentukan yang mana yang akan mereka baca. Jadi, jurnalis yang akan menyesuaikan dengan khalayak mengenai isi berita, bukan khalayak yang mengonsumsi berita apapun yang disajikan di media massa.
Saat ini penyebarluasan citizen journalism maupun professional journalism dapat dilakukan dengan mudah dan juga sangat mudah diakses di mana saja dan oleh siapa saja. Yaitu dengan menggunakan internet. Dewasa ini, internet berkembang dengan sangat sukses. Pengaksesan internet juga sangat mudah dilakukan. Misalnya sekarang ini, masyarakat dapat menikmati layanan internet dengan cepat menggunakan telepon genggam. Atau banyak pula yang memanfaatkan teknologi wi-fi yang telah banyak tersedia misalnya di mall, hotel, atau bandara, untuk mengakses internet.
Sangat banyak layanan yang memudahkan masyarakat untuk menjelajahi dunia maya. Juga, sangat banyak yang dapat dilakukan di dunia maya. Sehingga, dengan semakin canggihnya teknologi internet, semakin canggihnya teknologi telepon genggam atau teknologi komunikasi dan informasi lainnya, semakin besarnya keinginan masyarakat untuk melihat dan mengetahui perkembangan informasi seputar dunia, semakin banyak tersedianya informasi-informasi tersebut, dan semakin mudah cara mengakses informasi-informasi tersebut, tidak heran jika teknologi internet sangat digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Penggunaan internet yang begitu tinggi memicu para “pengusaha dunia internet” untuk lebih memanjakan pengaksesnya. Tidak hanya menyediakan informasi tetapi juga menyediakan fasilitas bagi para pengguna internet untuk “melakukan sesuatu” di dalam dunia maya. Muncullah situs jejaring sosial (social networking) seperti Friendster, Facebook, dan lainnya, serta situs blog yang dapat digunakan sebagai diary elektronik. Dalam situs jejaring maupun blog, masyarakat dengan mudah dapat menyebarkan informasi apapun kepada siapapun pengakses internet di berbagai tempat di belahan dunia.
Selain mempunyai keinginan untuk mengetahui informasi, tiap anggota masyarakat juga berkeinginan untuk berbagi informasi yang mereka ketahui kepada anggota masyarakat lainnya. Jumlah anggota situs jejaring sosial semakin banyak dan grafiknya terus meningkat dari tahun ke tahun. Demikian pula yang terjadi dengan situs blog. Lamanya waktu para pengguna situs jejaring sosial dan blog untuk menghabiskan waktu di situs-situs tersebut pun meningkat. Perusahaan Nielsen Online melakukan riset dan hasilnya adalah pada tahun 2009, lalu lintas waktu penggunaan situs jejaring sosial dan blog meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, bahkan peningkatannya mencapai 83% lebih banyak.
Pengguna situs jejaring sosial dan blog memanfaatkan situs tersebut untuk saling berbagi informasi. Di sinilah citizen journalism semakin berkembang. Para pengguna situs ini dapat membagi apa saja yang mereka ingin bagikan kepada orang lain. Baik itu berupa tulisan, gambar, suara, maupun video yang merupakan gabungan ketiganya.
Seperti yang pernah ditulis di ANTARA News,
Facebook, Twitter, dan jejaring sosial secara dramatis mengubah sisi bisnis pemberitaan yang tak pernah terpikirkan, yaitu distribusi berita. Semua orang dipaksa untuk berjejaring dan menyelami aspek promosi dan pemasaran di baliknya. Dan tiba-tiba semua itu menjadi tugas semua orang. Redaksi dipaksa mendefinisikan kembali tugas reporter dan editor, membahas masa depan pembaca, tema liputan dan kode etik jurnalisme online.
"Kita menyaksikan bahwa pengguna, warga, menjadi bagian integral dari evolusi pemberitaan," kata Amy Mitchell, Deputi Direktur Project for Excellence Journalisme, Pew Research Center.
"Mungkin era (organisasi berita) lalu perlu pembuktikan bahwa konsep itu bisa melakukan semuanya, tapi kini tak ada seorang pun yang menunggu konsep itu terbukti," sambung Lee Rainie, Direktur Pew Internet & American Life Project.
"Pada masa lalu, jurnalis memandang adalah tugasnya menulis berita, sebaliknya menyalurkan, memasarkan, dan menemukan pembaca berita adalah tugas orang lain. Di dunia baru, jurnalis bertanggung jawab di semua bidang," kata Alan Murray, Direktur Eksekutif Wall Street Journal online.
Situs jejaring sosial, pada akhirnya menjadi media yang begitu penting dalam penyebaran informasi. Apalagi untuk perkembagan citizen journalism, tentu saja cara pakai yang mudah dan murah ini membantu masyarakat melakukan aktivitas jurnalisme warga. Situs-situs jejaring sosial ini berlomba dan bersaing untuk menjadi situs yang paling bermanfaat sehingga kemudian akan menjadi situs yang paling diminati oleh warga untuk berbagi informasi.
Kita ambil contoh situs jejaring sosial Facebook yang sampai saat ini masih menjadi situs jejaring sosial yang sangat laris digunakan. Laman Facebook menjadi tempat menuliskan informasi, dan juga bisa langsung menanggapi komentar-komentar dan pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang lainnya. Serta, orang-orang lainnya (pembaca) menjadi mengikuti cara baru penyebaran berita ini dan mengurangi kebiasaan mereka membaca surat kabar, atau bahkan dapat mengurangi pemakaian mesin pencari (search engine).
Dengan kemudahan yang diberikan Facebook tersebut, banyak situs jejaring sosial lain yang berlomba memberikan fasilitas yang lebih mudah dan lebih menarik bagi para pengguna situs jejaring sosial. Misalnya Twitter akhir-akhir ini menjadi situs jejaring sosial yang sangat berjasa dalam berbagi informasi. Dengan meng-update status akun Twitter-nya, para pemilik akun bisa berbagi informasi dengan para follower-nya. Semakin banyak follower, semakin banyak pula yang akan membaca informasi yang ditulis. Saat ini banyak pula pemberitaan yang bersumber dari Twitter. Kebanyakan, informasi yang diambil misalnya dari status update para public figure. Di situs Twitter kita juga bisa mengunggah (upload) foto dengan mudah. Sehingga jika kita ingin menyebarkan informasi dengan cepat ke masyarakat (followers), saat ini bisa juga mengunggah gambar dengan menggunakan fasilitas mobile web picture uploader yang disediakan oleh banyak provider untuk telepon genggam.
Selain itu kita bisa ambil contoh situs Youtube yang dapat menampilkan citizen journalism dalam bentuk video. Siapapun bisa dengan mudah mengunggah video di situs tersebut. Dan siapapun bisa mengomentari, bertanya, maupun menanggapi video yang telah diunggah. Video-video di situs tersebut bisa mengenai apapun. Tentu saja, hal ini disukai oleh masyarakat karena hampir tentang “semua hal” terdapat di situs ini.
Untuk aktivitas jurnalisme, saat ini juga ada situs jejaring yang baru muncul yaitu formspring.me. Kehadirannya cukup menyita perhatian, setidaknya di kalangan blogger. Cara menggunakannya simpel yaitu berupa tanya jawab antara para pengguna, Privasi akan tetap terjaga karena pertanyaan akan masuk ke inbox akun orang yang ditanya, tidak seperti Twitter yang akan langsung muncul di timeline followers. Situs ini kemudian bisa dijadikan sebagai media kegiatan jurnalisme untuk melakukan wawancara dengan narasumber.
Saat ini, persaingan antara situs jejaring sosial sudah dapat kita rasakan. Dengan berlomba memberi fasilitas canggih, kemudahan akses serta tidak membingungkan pengguna, perang antara situs jejaring sosial sudah terlihat. Sebenarnya di masa yang akan datang, saat teknologi canggih sudah sangat marak beredar di masyarakat, persaingan antara situs jejaring sosial pada dasarnya akan sama saja. Namun, dengan teknologi yang tersedia pada masa itu, tentu saja cara bersaingnya akan berbeda dengan saat ini.
Nantinya tidak hanya berupa berita tertulis, tetapi jejaring sosial akan memberikan sebuah video streaming hasil berita tersebut. Tentu saja akan ada dampak positf dan negatif dari perubahan ini. Namun, perang berita di situs jejaring sosial tidak terlalu mempengaruhi negara berkembang dalam beberapa tahun ke depan karena seperti yang sudah diungkapkan di atas, penggunaan internet masih belum maksimal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kita masih membutuhkan beberapa tahun lagi untuk membuat perang berita tersebut semakin terasa di Indonesia.
SUMBER
http://www.borneotribune.com/pdf/headline/antara-blogger-jurnalisme-dan-jurnalis.pdf
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10107121131.pdf
http://www.internetworldstats.com/asia.htm
http://berandalanpuritanartikel.blogspot.com/2010/03/dunia-media-yang-berubah-koran-internet.html
Senin, 03 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar